Produk kecantikan untuk kulit atau yang sering disebut dengan istilah skincare ini sedang mendunia dan hampir seluruh orang telah menggunakan skincare secara rutin. Bahkan, konsumen lebih memprioritaskan penggunaan skincare dibandingkan dengan kosmetik. Akibatnya industri skincare memiliki nilai dua kali lipat lebih besar daripada industri kosmetik. Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Grand View Research, industri skincare mencapai 183.03 miliar USD pada tahun 2025, berkembang pada CAGR sebesar 4.4%. Sedangkan, industri kosmetik saat ini hanya bernilai 89.5 miliar USD. Dilansir dari survey yang dilakukan oleh Skin Store, dimana disebutkan bahwa perempuan menggunakan rata-rata 16 produk skincare dan kosmetik sebelum mereka meninggalkan rumah pada setiap paginya.
Sayangnya, penggunaan skincare yang berlebihan dan semakin banyak dari waktu ke waktu ini menjadi ancaman untuk bumi. Ketika melakukan produksi, pengemasan, hingga pasca menggunakan skincare dapat memicu terjadinya pencemaran karena produksi karbon yang begitu cepat. Diketahui secara global, industri skincare melakukan produksi sebanyak 120 miliar kemasan dalam setahun. Dengan adanya penggunaan yang berlebihan ini menghasilkan istilah fast beauty yang mulai terkenal di telinga masyarakat umum.
Produk skincare yang tidak terjual, kadaluwarsa, rusak, bahkan dikembalikan akan berujung di tempat pembuangan akhir. Skincare-skincare tersebut yang menyebabkan tempat pembuangan sampah mencemarkan partikel beracun, terutama bahan non-biogradable yang membutuhkan waktu berjuta-juta tahun untuk terurai. Dikutip dari Parapuan dimana CEO Winky Lux, Natalie Mackey menjelaskan “Fakta industri kecantikan, setiap tahun perusahaan besar membuang banyak sekali produk”jelas Mackey.
“Ketika kita membeli barang dan tidak menggunakan barang tersebut kembali selamanya maka dapat menimbulkan bahaya. Tidak memandang dari barang tersebut mewah atau terjangkau, semuanya akan menjadi berbahaya. Dan tidak ada industri kecantikan yang melarikan diri dari hal tersebut. Perusahaan yang paling etis pun, pada akhirnya konsumen akan membeli sepotong kecil plastik yang kemungkinan akan berakhir dibuang,”tambah Natalie Mackey.
Fast beauty dari pemakaian skincare ini tidak hanya mengancam lingkungan, namun juga makhluk hidup di sekitarnya. Polusi berbahaya ini dapat mempengaruhi kehidupan makhluk hidup yang lainnya, mulai dari kesehatan hingga masa hidupnya. Terutama bagi masyarakat yang bertempat tinggal di dekat tempat pembuangan akhir. Tentunya sampah skincare tersebut dapat mengancam hidupnya. Ditambah lagi saat ini banyak perusahaan skincare yang tidak transparan kepada publik mengenai produknya. Apakah produk yang dihasilkannya itu ramah lingkungan atau tidak. Saat ini banyak perusahaan yang mengemas produk skincarenya dengan kemasan kaca dengan alasan kemasan kaca lebih ramah lingkungan daripada kemasan plastik. Namun hal ini dianggap salah, kaca dihasilkan dari pasir khusus yang didapat dari dasar sungai atau dasar laut yang dapat mengganggu mikroorganisme yang hidup di sana. Selain itu, proses pembuatan kaca membutuhkan konsumsi bahan bakar fosil yang tinggi serta memicu terjadinya pencemaran udara dengan gas sisa pembakaran yang tentunya tidak baik untuk udara dan makhluk hidup. Permasalahan yang terakhir adalah kemasan kaca sulit untuk terurai, sama halnya dengan kemasan plastik. Solusi dari permasalahan tersebut adalah mengurangi konsumsi kemasan kaca dan plastik secara sia-sia, konsumen dapat melakukan daur ulang.
Sudah seharusnya untuk perusahaan skincare berfokus pada “Green Beauty”, dimana perusahaan memproduksi produk kecantikannya dengan sumber, proses dan kemasan yang ramah lingkungan. Menurut Global Web Index, menyatakan lebih dari 43% dari konsumen skincare mau membayar lebih untuk produk yang lebih ramah lingkungan dan dapat digunakan berkelanjutan. Selain ramah untuk lingkungan, tentunya gerakan “Green Beauty” ini memiliki dampak yang positif bagi penggunanya. Dengan menggunakan bahan-bahan yang alami dan ramah lingkungan, tentunya aman untuk tubuh konsumennya.
Para konsumen terutama pengguna skincare harus berusaha mencegah penggunaan skincare berlebihan yang memicu kerusakan pada lingkungan dengan menerapkan beberapa hal. Pencegahan penggunaan skincare berlebihan yang dapat merusak bumi dapat dilakukan dengan beberapa upaya berikut meliputi :
1. Kurangi pembelian, dimana sebagai konsumen jangan bertindak konsumtif. Terkadang konsumen tergiur dengan kemasan yang unik dan melakukan pembelian yang besar-besaran terhadap produk skincare tersebut.
2. Daur ulang kemasan. Sebagai konsumen, kita dapat mendaur ulang kemasan skincare tersebut. Contohnya botol dari skincare dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan, seperti mengisi ulang skincare pada botol yang sama atau menggunakannya untuk kebutuhan sehari-hari yang lainnya. Selain itu, untuk kemasan plastik bisa digunakan untuk membuat bahan daur ulang dari plastik, contohnya adalah tas yang terbuat dari daur ulang plastik-plastik bekas.
3. Beli sesuai dengan kebutuhan. Seringkali konsumen merasa butuh membeli banyak skincare yang mayoritas akan berakhir tidak digunakan atau kadaluwarsa dan berakhir pada tempat pembuangan akhir.
4. Mengedukasi konsumen lainnya dan sebagai konsumen yang bijak, tentunya kita harus mengedukasi sesama konsumen yang lainnya. Memberikan informasi terkait berbahayanya penggunaan skincare berlebihan atau cara mendaur ulang kemasan skincare.
Seringkali kita tidak menyadari bahwa kegiatan kita sehari-hari yang menjadi rutinitas kita dapat merusak bumi. Mulai sekarang, mari menjaga bumi dari hal-hal kecil yang menjadi kebiasaan kita sehari-hari.
(Cherry Amanda)